Berbicara adalah salah satu kelebihan manusia dibandingkan dengan makhluk ciptaan Tuhan yang lain. Namun terkadang sebagai manusia, kita berbicara dengan sekenanya saja dan dengan seenaknya saja tanpa memperdulikan apakah kita sudah berbicara dengan benar pada orang yang menjadi lawan bicara kita. Kepandaian berbicara tidak dimiliki semua manusia, olehnya itu seni berbicara menjadi salah satu ilmu yang mesti dimiliki apabila kita ingin dihormati dan disegani oleh orang lain. Kepandaian berbicara dengan baik akan membuat kita merasa percaya diri tampil di depan khalayak ramai untuk memberikan suatu informasi.
Berbicara dengan seseorang atau berbicara di depan khalayak ramai harus memperhatikan beberapa hal berikut yaitu mestilah menarik atau atraktif agar lawan bicara kita maupun massa (khalayak ramai, red) memperhatikan setiap kata yang kita ucapkan, bernilai informasi (Informatif) sehingga lawan bicara kita atau massa mendapat pelajaran dari apa yang kita bicarakan, menghibur (rekreatif) sehingga lawan bicara maupun massa yang kita hadapi tidak merasa bosan dengan penjelasan kita dan berpengaruh (persuasif) yaitu apa yang kita ucapkan mempunyai sangkutan atau berhubungan dengan lawan bicara maupun massa yang kita hadapi. Dengan memperhatikan hal-hal tersebut maka kita telah berbicara berdasarkan seni berbicara yang dikenal dengan istilah retorika.
Retorika berasal dari bahasa Yunani orator yang artinya Orasi atau berbicara di depan orang banyak. Retorika kemudian didefenisikan oleh berbagai tokoh baik dalam maupun luar negeri yang antara lain Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) retorika adalah sebuah teknik pembujuk-rayuan secara persuasi untuk menghasilkan bujukan dengan melalui karakter pembicara, emosional atau argumen. Adapun menurut Aristoteles yang menyatakan bahwa Retorika adalah seni mengemukakan pendapatdi depan umum secara persuasif. Sedangkan menurut Plato retorika adalah suatu kemampuan untuk mempengaruhi, mengurangi jiwa manusia secara positif ke arah kebenaran, dan menekankan jiwa-jiwa manusia. Menurut Dadang Sugiana Retorika adalah seni berkomunikasi secara lisan yang dilakukan oleh seseorang kepada sejumlah orang secara langsung bertatap muka. Oleh karena itu, istilah retorika seringkali disamakan dengan istilah pidato. Namun pada hakikatnya, retorika (rethoric) adalah seni atau kepandaian berpidato atau berbicara di depan massa, yang mana tujuannya adalah menyampaikan fikiran, pendapat, saran dan perasaan kepada orang lain agar mereka mengikuti kehendak kita.
Menurut Aristoteles, di dalam retorika terdapat 3 bagian inti yang harus diperhatikan yaitu :
1. Ethos (ethical) : Yaitu karakter pembicara yang dapat dilihat dari cara ia berkomunikasi.
2. Pathos (emotional) : Yaitu perasaan emosional khalayak yang dapat dipahami dengan pendekatan “Psikologi massa”.
3. Logos (logical) : Yaitu pemilihan kata atau kalimat atau ungkapan oleh pembicara.
Ketiga hal inilah menurut Aristoteles yang mesti menjadi perhatian agar pesan yang ingin disampaikan oleh seorang pembicara dapat di terima dan di mengerti oleh massa.
Di dalam retorika, ada 3 (tiga) jenis retorika yang biasa digunakan sebagai teknis alat persuasi politik antara lain Retorika deliberatif memfokuskan diri pada apa yang akan terjadi dikemudian bila diterapkan sebuah kebijakan saat sekarang, Retorika forensik lebih memfokuskan pada sifat yuridis dan berfokus pada apa yang terjadi pada masa lalu untuk menunjukkan bersalah atau tidak, pertanggungjawaban atau ganjaran dan Retorika demonstartif yang memfokuskan pada epideiktik, wacana memuji atau penistaan dengan tujuan memperkuat sifat baik atau sifat buruk seseorang, lembaga maupun gagasan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar